Temukan Pengetahuan Terbaru dan Terpercaya di SahabatInformasi.com
Dituduh Memilihara Begu Ganjang, Rumah Di Dairi Dirusak Warga
Tuduhan Begu Ganjang Sebabkan Pengrusakan Rumah di Dairi, Polisi Lakukan Penyidikan
Peristiwa pengrusakan dua unit rumah di Dusun Jumala, Desa Pegagan Julu 2, Kecamatan Sumbul, Dairi, yang terjadi pada 4 Februari 2021, menarik perhatian publik. Kejadian ini berawal dari tuduhan bahwa pemilik rumah, Jamapor Sagala, memelihara begu ganjang, yang dianggap sebagai makhluk halus yang dapat membahayakan masyarakat sekitar.
Berawal dari Kecurigaan Warga Terkait Begu Ganjang
Peristiwa pengrusakan rumah yang terjadi pada 4 Februari 2021 di Dusun Jumala, Desa Pegagan Julu 2, berawal dari tuduhan terhadap pemilik rumah, Jamapor Sagala, yang diduga memelihara begu ganjang. Begu ganjang dalam kepercayaan masyarakat Batak sering kali dipandang sebagai roh jahat atau makhluk halus yang dipercaya dapat memberikan dampak buruk bagi orang-orang di sekitarnya.
Tuduhan ini menjadi pemicu ketegangan antara keluarga Jamapor dan warga setempat, yang akhirnya berujung pada pengrusakan rumah milik keluarga tersebut. Kedua rumah yang dihancurkan adalah milik Jamapor dan istrinya, Boru Situmorang.
Tuduhan semacam ini memiliki dampak yang besar terhadap hubungan sosial di masyarakat. Dalam konteks ini, kepercayaan terhadap hal-hal mistis atau makhluk halus masih sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari banyak orang, bahkan bisa memicu aksi kekerasan seperti pengrusakan.
Warga yang merasa terancam oleh adanya begu ganjang memutuskan untuk mengambil tindakan sendiri, meskipun ini tidak dibenarkan secara hukum. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana kepercayaan tradisional dapat mempengaruhi keputusan sosial dan dapat menimbulkan konflik yang merusak kehidupan komunitas.
Mediasi dan Penyelesaian Konflik
Sebelum peristiwa pengrusakan terjadi, pihak berwenang, yakni Kapolsek Sumbul AKP Dedy Ginting bersama Camat Sumbul Rimson Simamora, telah berusaha untuk memediasi masalah ini. Pada 3 Februari 2021, mediasi dilakukan antara keluarga Jamapor Sagala dan tokoh masyarakat setempat, dihadiri oleh aparat desa dan kepolisian untuk mencegah terjadinya kerusuhan.
Dalam mediasi tersebut, keluarga Jamapor setuju untuk meninggalkan kampung dan pindah ke rumah anaknya di Panji, guna menghindari eskalasi konflik lebih lanjut. Pihak desa dan aparat setempat juga berjanji untuk menjaga agar tidak ada gejolak yang terjadi di desa tersebut setelah peristiwa itu.
Namun, meskipun kesepakatan sudah tercapai, kenyataannya warga masih merasa perlu untuk bertindak lebih jauh. Beberapa warga yang merasa terancam oleh keberadaan keluarga Jamapor di desa tersebut akhirnya melakukan penggeledahan rumah Jamapor dan menghancurkannya.
Hal ini menunjukkan bahwa mediasi yang dilakukan belum sepenuhnya berhasil untuk meredakan ketegangan, bahkan menyiratkan adanya ketidakpercayaan terhadap pihak yang berwenang atau kesepakatan yang telah dibuat. Tindakan pengrusakan tersebut mencerminkan bagaimana ketegangan sosial yang belum terselesaikan bisa memicu reaksi yang lebih ekstrem meskipun sudah ada upaya damai.
Begu Ganjang dan Hukum
Setelah pengrusakan terjadi, pihak kepolisian setempat segera melakukan penyelidikan terhadap kejadian tersebut. Kapolsek Sumbul, AKP Dedy Ginting, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima laporan dan sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut. Meskipun pengrusakan rumah terjadi, polisi belum menetapkan tersangka karena kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
Proses hukum ini mencerminkan bagaimana tindakan hukum harus diambil meskipun situasi tersebut melibatkan konflik sosial yang rumit. Proses penyelidikan dan penentuan tersangka menjadi langkah penting untuk menegakkan hukum dan keadilan di tengah situasi yang penuh ketegangan sosial.
Namun, ada kendala dalam penyelesaian hukum tersebut, terutama terkait dengan sikap masyarakat setempat yang tidak kooperatif. Kepala Desa Pegagan Julu 2, Hisar Matanari, mengaku tidak mengetahui secara jelas mengenai pengrusakan yang terjadi. Bahkan, pada saat wartawan berusaha untuk meliput kejadian tersebut, warga setempat melarang pengambilan foto rumah yang telah dirusak.
Hal ini mencerminkan adanya ketegangan yang masih tinggi di kalangan warga dan mungkin menunjukkan adanya kesepakatan lokal yang lebih kuat daripada intervensi dari pihak luar, termasuk aparat hukum. Ketegangan ini menjadi tantangan besar dalam proses penyelesaian hukum dan sosial di desa tersebut.
Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs kami dan menganalisis lalu lintas. Dengan melanjutkan menggunakan situs ini, Anda setuju dengan penggunaan cookie kami.