Daftar Isi
Fenomena ini bukan sekadar gangguan kecil. Ia mencerminkan kecemasan sosial yang makin umum—ketakutan akan tertinggal, tidak dibalas, atau tidak dianggap. Ponsel menjadi ekstensi dari eksistensi kita. Ketika ia diam terlalu lama, kita merasa ada yang salah. Maka otak pun menciptakan “notifikasi hantu” sebagai bentuk kompensasi.
Lucunya, kita sering tertipu oleh ponsel yang kita sendiri atur. Kita aktifkan mode getar, pasang notifikasi untuk semua aplikasi, dan biarkan layar menyala setiap kali ada interaksi. Lalu kita heran kenapa tubuh kita mulai bereaksi bahkan saat tidak ada apa-apa. Ini seperti memasang alarm palsu lalu panik saat alarmnya berbunyi.
Mungkin bukan sekadar mematikan notifikasi, tapi juga mematikan ekspektasi. Kita perlu memberi ruang bagi keheningan digital. Tidak semua pesan harus dibalas seketika. Tidak semua getaran harus ditanggapi. Kadang, yang kita butuhkan bukan sinyal dari luar, tapi ketenangan dari dalam.
Notifikasi hantu bisa jadi pengingat lembut bahwa kita terlalu terikat pada respons eksternal. Bahwa kita boleh berhenti sejenak, menarik napas, dan tidak selalu harus “terhubung”. Karena dalam dunia yang terus berbunyi, diam adalah bentuk kebebasan yang paling langka.