Daftar Isi
Ahli keamanan siber, Alfons Tanujaya dari Vaksincom, menjelaskan bahwa sebagian besar spammer berasal dari telemarketing bank. Nomor nasabah kerap tersimpan di database lama dan disalahgunakan oleh pihak ketiga. Lebih parahnya, database itu bisa berpindah tangan antar-bank maupun antar-telemarketer.
Bukan hanya itu, Alfons mengungkapkan bahwa data kependudukan yang bocor hingga beredar di dark web juga menjadi pemicu. Artinya, siapapun bisa menjadi target telepon spam tanpa sadar.
“Sesama telemarketer berbagi database, sehingga nomor telepon nasabah dibagikan antar-telemarketer dan antar-bank,” jelas Alfons.
Sekilas, telepon spam mungkin hanya sekadar gangguan. Namun, bahaya sebenarnya muncul ketika penerima telepon mengikuti instruksi dari spammer. Dari tautan phishing hingga rekayasa sosial, korban bisa kehilangan data pribadi maupun akses finansial.
“Jika korban memasukkan kredensial ke tautan phishing, risiko terbesar adalah kehilangan akses m-banking dan mengalami kerugian finansial,” tambah Alfons.
Phishing adalah bentuk penipuan online dengan menyamar sebagai pihak resmi untuk mencuri informasi penting seperti akun, password, hingga data finansial.
Untungnya, ada beberapa cara mudah untuk melindungi diri dari panggilan spam. Alfons menyarankan penggunaan aplikasi crowdsourcing seperti Truecaller yang bisa otomatis mendeteksi dan memblokir spammer.
Bagi pengguna Android, panggilan spam bisa diblokir langsung dari aplikasi telepon bawaan. Caranya dengan memilih nomor asing di daftar panggilan, lalu klik “block/report spam”. Pengaturan tambahan juga memungkinkan untuk memblokir semua panggilan dari nomor tak dikenal.
Sementara di iPhone, pengguna bisa mengaktifkan fitur silence unknown callers melalui menu pengaturan telepon. Selain itu, nomor spam bisa diblokir secara manual agar tidak lagi mengganggu.