Daftar Isi
Snow White versi 2025 seharusnya jadi perayaan dongeng klasik yang membesarkan banyak generasi. Tapi yang terjadi justru sebaliknya—film ini jadi bahan kritik, meme, dan bahkan boikot. Berikut beberapa alasan utama kenapa banyak penonton merasa film ini gagal:
- Tidak ada permintaan nyata — Film ini terasa seperti proyek yang dibuat demi tren, bukan karena ada kebutuhan atau keinginan dari penggemar.
- Snow White-nya dianggap tidak cocok — Karakter yang secara literal bernama “putih seperti salju” diperankan oleh aktris Latin berkulit tan. Ini memicu perdebatan soal kesetiaan terhadap sumber asli.
- Ratu jahatnya justru lebih memukau — Gal Gadot tampil elegan dan karismatik, membuat Snow White terlihat kurang bersinar sebagai protagonis.
- Desain kurcaci CGI sangat buruk — Kurcaci yang seharusnya jadi karakter ikonik malah tampil aneh dan tidak berjiwa. Banyak yang menyebutnya “uncanny” dan mengganggu.
- CGI secara keseluruhan mengecewakan — Efek visual tidak memenuhi standar Disney, membuat dunia fantasi terasa datar dan tidak hidup.
- Plotnya dirombak terlalu jauh — Cerita yang dulu sederhana dan menyentuh kini jadi narasi baru yang membingungkan dan kehilangan esensi dongeng.
- Pangeran versi baru terasa aneh — Karakter Jonathan dianggap tidak menarik dan bahkan “freaky” oleh sebagian penonton, tanpa chemistry yang kuat dengan Snow White.
- Rachel Zegler menuai kontroversi — Komentar dan sikapnya di media sosial sebelum rilis film membuat banyak calon penonton ilfeel dan enggan menonton.
Secara teknis, Snow White (2025) punya ambisi besar: memperbarui dongeng klasik dengan nuansa modern, pemberdayaan karakter, dan visual yang lebih segar. Tapi eksekusinya tidak konsisten. Pacing cerita terasa kacau, subplot tidak selesai, dan transisi antar adegan sering kali janggal.
Musik dan kostum memang punya momen yang layak diapresiasi, tapi tidak cukup kuat untuk menutupi kelemahan mendasar. CGI kurcaci menjadi simbol kegagalan visual film ini—alih-alih menghidupkan dunia fantasi, justru membuat penonton merasa tidak nyaman.
Yang paling disayangkan adalah hilangnya rasa nostalgia. Penonton yang berharap merasakan kembali keajaiban masa kecil justru bingung dengan arah cerita dan karakter yang terasa asing. Film ini seperti lupa siapa audiens utamanya.
Snow White (2025) adalah contoh nyata bahwa tidak semua remake diperlukan. Alih-alih memperkaya warisan dongeng klasik, film ini justru merusaknya dengan perubahan yang tidak relevan dan eksekusi yang lemah. Jika kamu tumbuh dengan versi animasi dan berharap nostalgia, film ini kemungkinan besar akan membuatmu kecewa.
Disney mungkin punya niat baik, tapi hasil akhirnya menunjukkan bahwa niat saja tidak cukup. Tanpa pemahaman mendalam terhadap karakter, cerita, dan harapan penonton, remake seperti ini hanya akan jadi catatan kegagalan dalam sejarah perfilman.